Senin, 01 Juli 2013

Mencintaimu Itu Lucu

Diposting oleh Memee Ajjah di 01.32 0 komentar

Matahari terlihat sayu, angin yang kadang datangnya sepoi-sepoi membuat dingin. Panas enggak, mendung juga enggak, yaaa ginilah kalau lagi musim pancaroba banyak angin berkeliaran gak jelas. Di taman depan sebuah kampus yang kolasinya di pusat kota dua orang sahabat lagi asik ngobrol berdua’an sambil tiduran gitu. Tyofano dan Bima, itu dieee nama nya. Mahasiswa yang terkenal kocak, jail, ngeselin di kampus, tapi jangan salah gitu-gitu mereka juga mahasiswa yang pintar dan cerdas.

            Dengan posisi mereka tiduran di kursi taman si Bima mulai menghayal “Cing, sempet gak lo mikirin kehidupan kita setelah lulus ntar kaya gimana? Jadi pejabat mungkin, atau jadi presiden? Kita kuliah gini2 aja kagak ada hebat-hebatnya gitu. Tiap hari kerjaan Cuma nongkrong, becandaan, makan, tidur. Kaya ga ada gunanya kita bayar kuliah. Eeeh tunggu dulu, kita kan kagak pernah bayar kuliah ya? Dapet biasiswa, berarti pintar dong ya kita? Hahaha baru sadar guwe. Dari tadi gue nyerocos melulu, lo sendiri gimana?” Tanya Bima.

            “Cing…???” menunggu jawaban tyo. Lama Bima menunggu tapi tetep kagak ada jawaban dari temannya itu. Penasaran Bima pun bangun dan mukanya lagsung sewot “sialan gue cerita panjang lebar situ malah keasikan ngorok. Dasar kebo lo”

            Disisi lain sebuah mobil sport berwarna putih terlihat memasuki pintu gerbang kampus dan berhenti di tempat dimana mobil2 lain terparkir. Bima yang dikala itu sewot karena ditinggal tidur si Tyo menoleh ke arah mobil itu. “ke kampus bawa begituan, mau belajar apa mau pamer itu orang. Yang punya paling lagaknya juga sok.” Sembari celingak-celinguk Bima yang sedikit penasaran kepingin ngelihat siapa sosok orang sombong yang berada didalam mobil mewah itu. Betapa terkejutnya Bima ketika melihat sosok orang yang keluar dari mobil. Matanya melotot sambil menelan air liurnya sendiri tak selang beberapa detik kemudian tawanya menggelegar. Bima tertawa sampai terjungkal-jungkal ditanah sambil terus megangin perutnya. Kira-kira apa sih yang dilihat Bima sampai tingkahnya begitu konyol??
                                                         ***

Senin, 18 Februari 2013

RINTIHAN HATI

Diposting oleh Memee Ajjah di 01.27 0 komentar

Lagu kian menjadi rintihan
Terus menggema dalam dinding angan
Menjadi bait-bait mantra pemusnah
Hingga menjelma sebagai racun penyihir

Bagaikan cerita snow white yang gugur
Rasaku pun kian beracun oleh hitamnya hati
Telah hangus terbakar kobaran api
Meleleh hingga tak sanggup membentuk lagi


Oleh : Memee

PERASAAN KU

Diposting oleh Memee Ajjah di 01.20 0 komentar
Buat apa mencintai
Jika yang dihati
Tak dapat mengerti
Walau sedikit ngeri
Tetapi ini yang terjadi

Buat apa sayang
Jika yang diangan
Terbang melayang
Tak mampu dibayang
Apalagi dipegang

Apa guna aku menangis
Perih hatiku teriris
Cinta pun aku rela mengemis
Tapi tak ada hasil yang manis

Aku ingin kamu
Tapi kau tak mau tahu
Dan selamanya begitu

Jujur aku tak mau menyerah
Tapi kini aku pasrah
Semuanya terserah
Mengenalmu bagiku anugrah
Yang terindah dan sangat Indah


Oleh : Memee

TENTANG MEREKA

Diposting oleh Memee Ajjah di 01.10 0 komentar
Dua bulan engkau berbangga dengan benih ini
Tersenyum, tertawa, bahkan menari-nari
Rasa tak enak di dirimu tak pernah kau rasa
Cahaya itu begitu terang menyapa

Seolah menjadi petir disiang bolong
Samurai menancap deras menghujam jantung
Larva darah mendidih membanjiri satu raga dua nyawa itu
Ketika melihat seonggok daging tak bernafas di depan mata

Ya ...
Seorang pahlawan gugur dimasa kejayaannya
Dengan mewarisi setitik sperma di rahim
Belum sepenuhnya terbentuk, tetapi pasti akan membentuk
Calon makhluk yang tak akan pernah tahu asalnya

Oleh : Memee

Selasa, 29 Januari 2013

AKU DAN KERAPUHANKU

Diposting oleh Memee Ajjah di 20.42 0 komentar
Tulang ini kian lelah
Mulai rapuh seiring kenistaan menguasai
Setan pun menebar
Malaikat yang begitu putih kian memerah menjadi iblis

ketenangan itu kian menjelma menjadi tsunami
Meluluh lantahkan kehidupan di sekitarnya
kekokohan batu mulai terkikis usia
Belum tua memang, tetapi cukup untuk memulai kehancuran

Hidup itu sengsara
Kehidupan adalah kesengsaraan
Tempat hidup tak lain media sengsara itu sendiri

Oleh: Memee

Sabtu, 05 Januari 2013

Mbah Dayang

Diposting oleh Memee Ajjah di 00.01 0 komentar


              Matahari siang panasnya membakar kulit, sangat terik. Seolah ingin  merasuk melalui pori-pori, lebih dalam hingga dapat mendidihkan darah. Ikut mengalir dari jantung ke hati dan di permainkan lagi hingga mencapai syaraf-syaraf puncak,menggoda fikiran untuk berhenti beraktifitas.
                 Duduklah seorang kakek tua bersandar di pohon randu yang berdiri kokoh dengan akar tertanam kuat di tanah. Bermaksud ingin berteduh, iapun membiarkan tubuh rentanya bersandar ambruk ke batang pohon. Ya,, hari ini memang sangat terik mataharinya, apalagi di tengah sawah seperti ini. Walaupun dekat dengan hutan, tak menjamin kalau panasnya bakal berkurang. Udarapun tak begitu bersahabat, lari kesana kemari sambil membawa panasnya siang. Supono mulai terlelap, ya nama kakek itu adalah Supono. Sebatang kara yang hidup serba kekurangan. Di usianya yang menginjak 80 Tahun ia tetap menjalani rutinitasnya sebagai seorang buruh tani.
                Sekejap mulai memejamkan mata, ada bunyi yang membuatnya kaget dan terbangun dari tidurnya. Seperti bunyi-bunyian lagu keroncong. “Ah, bukan, tetapi seperti tembang gending jawa” pikirnya. Tak mau berlama-lama penasaran, Supono pun mencari tau darimana sumber bunyi itu berasal. Jauh di dalam hutan ia menelusuri tetapi belum juga tau asal dari bunyi itu. Supono pun mulai lelah, ia bermaksud kembali ke sawah untuk melanjutkan pekerjaannya. Tetapi tiba-tiba ia mendapati seorang dengan berpakaian serba hitam sedang melakukan ritual. Entah ritual apa, mungkin ritual pesugihan. Supono mengintip di balik pohon dengan penuh tanda tanya di benaknya. Sedikit mengetahui lebih jauh apa yang sedang di lakukan orang itu. Dengan seksama ia mengamati setiap ritual yang di lakukan. Hingga tiba-tiba orang berjubah itu menghilang, Supono pun kaget. Ia berusaha mencari cari tapi kosong. Gending itupun sudah tidak terdengar lagi. Sepi, tenang, hanya suara burung burung hutan yang berteriak kelaparan. Supono berbalik dan betapa terkejutnya ketika ia mendapati orang yang dicarinya sudah berdiri tepat di hadapannya. Pandangan mata yang dingin dan begitu tajam, belum sempat ia bertanya tiba tiba tubuhnya mengaku, begitu dingin dan bergetar hebat. Seolah sadar akan nasipnya, Supono pun pasrah dengan apa yang akan terjadi padanya sekarang. Bagai nyanyian pencabut nyawa saat orang yang berpakaian serba hitam itu melantunkan lagu yang mampu menghentikan aliran darah. Tanpa menunggu lama, kaki kriput Supono pun terjerat batang pohon dan menariknya ke atas pohon. Sekarang tubuh kurus itu tergantung di atas dengan posisi kepala berada di bawah. Seperti kurang puas, giliran lehernya yang terjerat. Ia tak mampu berteriak, hanya terdiam. Wajahnya menyiratkan kesakitan yang begitu luar biasa. Di bawah, lelaki berjubah hitam tetap bernyanyi, dengan mata yang terbelalak menyusuri setiap tubuh Supono. Makin erat jeratan hingga memecah aliran darah ke otaknya. Seperti mengalami pendarahan hebat, darah keluar dari hidung, telinga dan mulutnya. Tubuh yang amat renta kini mulai melemas dan kejang. Belum cukup penderitaan yang di alaminya giliran tangan yang terjerat, tanpa menunggu lama kedua tangan di tarik kearah yang berlawanan hingga, kreeeesss,,, terlepas dari tubuh Supono. Ia pun memekik hingga bambu yang entah dari mana datangnya menusuk  jantung Supono. Belum mati, merasakan penderitaan dan kesakitan yang tak pernah ia bayangkan akan mengalaminya. Makin erat jeratan akar pohon di lehernya dan menyebar ke seluruh kepala. Darah tak hentinya mengucur keluar dan sekarang! Kreeeessss…. Tulang dan syaraf tak mampu bertahan di tubuh Supono. Kepala itu terpisah dari badannya dengan mata yang tetap terbelalak menyiratkan rasa sakit, rasa tak terima bahwa dirinya harus melalui kematian yang seperti ini. Kepala Supono jatuh di tanah dengan tubuh yang masih tergantung di atas pohon. Lelaki berjubah itu pergi dengan membawa kepala Supono. Tersenyum puas dan menghilang di balik pohon.

Selasa, 11 Desember 2012

Nyanyian Jantung

Diposting oleh Memee Ajjah di 21.55 0 komentar
Keringat menetes dalam nafas
Setelah mengalir membanjiri raga
Poripun tak sanggup menahan deraan
Alun nyanyian jantung kian menggema

Aaah... Terlihat dari raut wajah sayu
Keelokan yang bersandar akan tiang kesakitan
Bukan sengsara ataupun neraka
Melainkan awal kisah nyata

Tergerak tubuh lembut menyalurkan hasrat
Kecemasan ikut membara di atas kenikmatan
Terlukis seberkas senyum simpul
Kemudian keduanya ambruk dalam pelukan

Oleh: Memee
 

Memey Ajjah Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea